Wednesday, November 10, 2010

Beri Saya Benci!

Ada satu perasaan yang sangat ingin saya miliki saat ini: benci. Ya, benci. Saya benar-benar ingin bisa membenci seseorang (saya tak perlu sebutkan namanya, yang pasti dia berjenis kelamin pria).


Saya sadar, saya tak seharusnya menginginkan perasaan tersebut. Karena benci adalah perasaan yang identik dengan segala sesuatu yang buruk, kotor, busuk, bahkan seringkali memicu tindak kekerasan atau kejahatan. Memendam perasaan benci tidak akan menyelesaikan masalah apa pun, malah bisa menambah persoalan.


Tapi, saat ini saya butuh perasaan benci...


Sebabnya, tak lain tak bukan, menyangkut urusan hati. Beberapa waktu yang lalu, saya pernah jatuh cinta pada seseorang. Dia juga mengaku sangat tergila-gila kepada saya (sampai sekarang saya tak tahu ini cuma gombal belaka atau tulus dari dalam hatinya). Katanya, setiap hari ia selalu memikirkan saya, bahkan saya telah menempati 'Top of Mind'-nya. Jelas saya tersanjung. Wajar lah, saya kan cuma perempuan biasa yang mudah meleleh bila dicekoki kata-kata manis.


Namun, hubungan kami tak bisa berlanjut. Bagi saya, penyebabnya semata-mata karena ketidakcocokan. Saya dan dia sama-sama punya ego dan gengsi yang tinggi. Seringkali hal ini jadi pemicu pertengkaran karena tak ada yang bersedia mengalah. Tapi dia justru melihatnya dari sisi yang lain. Menurutnya, setelah mengenal saya lebih lanjut, ternyata saya jauh dari apa yang dia harapkan (maksudnya, tidak sesuai dengan standar yang telah ia tetapkan dalam mencari pasangan). Jadi, ia berkesimpulan saya tak patut untuk disukai lebih lanjut karena tak mampu memenuhi kriteria-kriteria miliknya. Dia juga ungkapkan alasan lain, "Dalam beberapa hal kamu sering membuat saya merasa tidak berharga".


Setelah kami berpisah, entah mengapa saya merasa ia tak sekedar ilfil (ilang feeling) terhadap saya, tapi juga mulai membenci saya. Puncaknya, ketika ia mengembalikan semua barang yang pernah saya berikan kepadanya. Saya merasa, saking bencinya, ia ingin mengenyahkan saya dari hidupnya.


Saya sedih. Saya sakit hati. Saya ingin balik membencinya. Dan saya punya banyak alasan untuk itu karena beberapa kali dia pernah melontarkan kata-kata yang menyakiti hati saya. Tapi saya tetap belum bisa total membenci dia. Saya masih berkutat dengan berjuta-juta 'mungkin' dan 'kalau saja'. Mungkin dia punya alasan untuk membenci saya. Seingat saya, saya tidak pernah memuntahkan kata-kata kasar atau melakukan hal-hal yang bisa membuat dia dendam. Kalaupun saya sempat sedikit kasar, saya sudah minta maaf. Tapi, bisa jadi, saya anggap biasa saja, justru menyinggung perasaannya. Apalagi saya tahu, dia punya prinsip 'forgiven but not forgotten'. Kalau sudah begini, saya pun berandai-andai: kalau saja dulu saya lebih banyak lagi mengalah, kalau saja dulu saya tidak mudah terpancing emosi, kalau saja dulu saya lebih peka. Mungkin ia tidak akan membenci saya seperti sekarang.


Tapi, untuk saat ini saya tidak ingin terusik dengan segala 'mungkin' dan 'kalau saja' itu.


Saya cuma ingin membenci dia...


Saya tahu, batas antara benci dan cinta itu tipis. Saya ingin benci dia, agar saya bisa mematikan rasa suka saya terhadapnya. Saya mau benci dia, supaya saya bisa berhenti membuat dia berlari-lari di pikiran saya. Saya butuh benci dia, supaya saya mampu melupakan semua kenangan yang saya punya bersamanya. Saya wajib benci dia, agar saya tak lagi beranggapan bahwa ia adalah teman ngobrol dan partner jalan yang menyenangkan. Saya harus benci dia, justru karena perasaan suka saya kepadanya mungkin sudah terlalu dalam.


Karena itu, biarkanlah saya memohon...


Tuhan, untuk sekali ini saja, tolong beri saya perasaan benci! Dan ijinkanlah saya untuk menikmatinya!


***


"Love is blind; hate is deaf." -Unknown


“You know that when I hate you, it is because I love you to a point of passion that unhinges my soul.” - Julie de Lespinasse


***


10 November 2010

03.00 AM


No comments: