Thursday, June 23, 2011

Bandara Schiphol, Ulang Tahun Saya & Semuanya...

Bandara Schiphol - Amsterdam, Belanda

Rabu, 1 Juni 2011


Jam di tangan saya menunjukkan pukul 7 malam. Sementara waktu di Jakarta yang lebih cepat lima jam dari Amsterdam, tepat pukul 12 malam memasuki tanggal 2 Juni. Itu artinya, saya resmi berulang tahun! Ya, notifikasi Facebook dan BBM dari beberapa teman pun langsung menyadarkan saya akan dua hal: umur telah bertambah dan jatah hidup berkurang.


Saya sedang berada di ruang boarding, menunggu keberangkatan pesawat KLM yang akan membawa saya kembali ke Jakarta. Berulang tahun di bandara yang jaraknya hampir 12.000 kilometer dari tanah air memang baru sekali dalam hidup saya alami. Kesannya sudah pasti berbeda. Namun, bukan cuma sekali bandara Schiphol memberi kesan bagi saya. Saya mungkin sudah lupa tanggal pastinya tapi saya masih ingat jelas setiap perasaan yang pernah saya punya saat berada di bandara yang terletak di sebelah barat daya kota Amterdam ini.


Ingatan saya pun melayang ke serpihan- serpihan peristiwa itu. Lalu hati saya pun ikut bercerita dan merangkum semuanya...


***


Pertengahan September 2007

"Dames en Heren, welkom in Amsterdam..."

Setelah menempuh perjalanan selama lebih dari 14 jam, akhirnya pesawat yang saya tumpangi mendarat dengan selamat di Bandara Schiphol. Hanya satu kata yang menggambarkan perasaan saya saat ini: Excited! Wajar saja, inilah pertama kalinya saya menginjak tanah Eropa. Saya akan mengikuti kursus Broadcast Journalism di RNTC, Hilversum, selama tiga bulan.


Setelah turun dari pesawat, melalui imigrasi dan mengambil bagasi, saya mengikuti arahan Henk Baard, sang Course Leader, dalam emailnya. "On arrival please go to the MEETING POINT in the Arrivals Hall. You will be met there by our taxi driver (he will be holding up a board with RNTC on it) and brought to the Guesthouse where you will be staying....."


Awal Desember 2007

25 kg. Angka itulah yang muncul setelah saya meletakkan koper di timbangan saat check-in untuk penerbangan KLM tujuan Kuala Lumpur-Jakarta. Itu artinya saya kelebihan 2 kg (jatah bagasi KLM kelas ekonomi 23 kg).


Masih diselimuti perasaan sedih, saya berusaha memindahkan sejumlah barang dari koper ke tas kabin. Ya, saya sedih, karena harus berpisah dengan dia. Padahal baru tiga hari belakangan ini kami semakin akrab. Sejak kursus dimulai saya sudah menyukainya. Saya rasa, ia juga begitu. Namun entah mengapa ia baru punya keberanian mengajak saya kencan justru menjelang kursus berakhir. Kami jadi tak punya kesempatan mengenal satu sama lain lebih dalam karena harus kembali ke negara masing-masing. Dan tampaknya ia bukan tipe pria yang rela bersusah payah menjalin hubungan yang dipisahkan lautan.


Ah, sudahlah. Yang pasti satu malam dingin di stasiun Amsterdam Arena itu akan selalu menjadi kenangan manis yang tak akan saya lupakan.


Akhir September 2009

Touchdown Schiphol! Udara dingin langsung menyambut kedatangan saya ke Negeri Kincir Angin. Persis seperti 2 tahun yang lalu. Bedanya, kini saya tiba dengan perasaan campur aduk, bukan cuma excited. Saya senang bisa berada di Belanda lagi untuk kuliah selama satu tahun, tapi saya ragu dan khawatir menjalaninya karena ibunda tercinta belum sepenuhnya merestui kepergian saya kali ini. Dalam hati saya bertekad, saya harus membuktikan kepada Mama bahwa apa yang akan saya tempuh disini bakal bermanfaat bagi kami sekeluarga. InsyaAllah.


Berbeda dengan 2 tahun lalu, saya tidak dijemput di Meeting Point. Saya harus naik kereta ke Den Haag. Untungnya, stasiun kereta Schiphol terintegrasi dengan bandara sehingga tidak saya tidak perlu repot-repot mencarinya. "One way ticket to Den Haag Holland Spoor, please..." kata saya kepada penjual tiket.


Akhir April 2010

Kami masih berpelukan erat. Sesekali kami juga berciuman. Di saat lain kami hanya saling pandang. Sungguh, saya ingin waktu membeku. Supaya saya tak perlu pergi dari saat ini.


Namun saya harus melepaskannya. Sudah waktunya ia pulang ke kampung halaman. Sementara saya masih punya sekitar 6 bulan lagi disini. Padahal semalam, pertama kalinya tiga kata magis itu terucap dari mulutnya. "I love you," katanya. Tidak, kami tidak pacaran. Banyak hal yang menghalangi sehingga kata komitmen tak bersahabat dengan kami. Tak apa, saya senang pernah menghabiskan hampir semusim bersamanya disini.


Sebentar lagi pesawat yang akan ditumpanginya berangkat. Bahkan waktu boarding pun telah lewat. Ia mengecup kening saya sebelum akhirnya beranjak meninggalkan saya. Saya hanya berharap ia selalu ingat pesan saya, "Please remember me with a smile..."


Akhir September 2010 (1)

Saya berada di Terminal 3, mengantar seorang teman wanita yang akan pulang ke Jakarta. Di tempat yang sama dimana saya pernah melepasnya. Peristiwa 5 bulan silam itu masih terekam jelas di benak saya


Tapi kini yang ada cuma perasaan hampa. Sejak beberapa jam lalu, sudah tak ada lagi 'saya dan dia'. Akhirnya kami bisa berdamai dengan komitmen. Ya, komitmen untuk mengakhiri semuanya.


Di detik ini, di tempat ini, rasanya ada sebagian dari diri saya yang hilang.(Disini, Dulu & Saat Ini)


Akhir September 2010 (2)

Saya senang. Hari ini Mama dan adik perempuan saya akan tiba di Belanda. Mereka datang untuk menghadiri wisuda saya bulan depan, sekaligus berlibur.


Saya menunggu mereka tepat di pintu keluar terminal kedatangan. Saya selalu suka suasana di sini. Orang-orang berpelukan hangat, saling melepas rindu. Yang tergambar cuma perasaan bahagia. Tak ada yang lain.


Ah. itu mereka! Orang-orang yang rindukan. Akhirnya setelah satu tahun berpisah, kami berkumpul lagi.


Akhir October 2010

Pesawat Malaysia Airlines yang seharusnya membawa saya kembali ke Jakarta, mengalami kerusakan tehnis. Akibatnya para penumpangnya dipindahkan ke beberapa maskapai lain. Saya kebagian Garuda Indonesia.


Cukup menyenangkan. Saya mendapat tempat duduk yang nyaman di sisi jendela. Ditambah lagi, tak ada penumpang lain di sebelah saya, jadi saya bisa bergerak dengan leluasa.


Hari ini saya kembali ke tanah air. Sedih meninggalkan Den Haag yang sudah satu tahun menjadi rumah saya, tentu saja. Tapi saya optimis, suatu hari nanti saya akan kembali ke Belanda.


Pesawat pun mengudara. "Til we meet again, Holland!"


Akhir Mei 2011

Horee... saya pulang kampung! Tampaknya Belanda memang tak bisa lama-lama melepaskan saya. Buktinya baru 7 bulan berpisah, ia sudah 'menuntut' untuk kembali bertemu dengan saya.


Kali ini saya datang untuk berpartisipasi dalam Holland Alumni Conference 2011. Saya satu pesawat dengan salah seorang peserta dari Indonesia, namun kami terpisah saat keluar dari pesawat. Kami sempat berjanji bertemu di Meeting Point untuk bersama-sama naik kereta ke Den Haag.


Setelah melalui imigrasi dan mengambil barang, saya melangkah menuju Meeting Point. Persis seperti 3,5 tahun yang lalu saat saya pertama kali tiba di Schiphol...


***


"Every time I was in Schiphol, I left a little piece of my heart. Thus, the bigger piece of it always yearn to reunite with the little pieces. However, each time I came back to Schiphol, another little piece of my heart wanted to remain there. That is why, I keep coming back to Schiphol... :)"


Jakarta, 19 Juni 2011

02.15 AM

Friday, June 17, 2011

Mungkin Saya Memang Berjodoh dengan Belanda...

"...Jadi, saya tak akan berkata "Selamat Tinggal Belanda" saat pesawat yang saya tumpangi take off dari Bandara Schiphol nanti. Saya cuma akan bilang "Til We Meet Again, Holland" :)..."


Kalimat diatas adalah penggalan paragraf terakhir dari tulisan yang juga saya muat di blog ini tanggal 23 Oktober 2010 silam (Saya Pasti Bakal Kangen Sama Belanda). Saat itu tiga hari menjelang kepulangan saya ke tanah air setelah menetap di Den Haag selama satu tahun.


And.. here I am now, in the same city, at this very moment. Sungguh, saya tidak menyangka kalau ucapan terakhir saya dalam note tersebut begitu cepat terealisasi. Hanya berselang tujuh bulan, saya sudah berjumpa kembali dengan Negeri Kincir Angin.


Selain cuacanya yang (memang selalu) tidak pernah bersahabat (karena kerap berubah-ubah), Den Haag tetap menyambut saya dengan hangat. Semuanya masih sama seperti saat saya tinggalkan. Bahkan saking familiar-nya saya sampai merasa tidak pernah meninggalkannya. Aktivitas saya disini sejak tiba hari Rabu, 25 Mei lalu sampai sekarang, seakan-akan hanya merupakan kelanjutan dari kegiatan sehari-hari. Saya merasa berada di rumah. Mungkin terdengar lebay, tapi itulah faktanya. Itulah yang saya rasakan.


Belanda memang punya arti khusus bagi saya. Alasannya, sejak tahun 2007 hingga sekarang, sudah tiga kali saya bolak balik ke Belanda. Dan perjalanan itu saya lakukan setiap dua tahun sekali. September 2007, saya berangkat ke Hilversum untuk mengikuti kursus Broadcast Journalism di RNTC selama 3 bulan. Dua tahun kemudian, saya mulai menetap di Den Haag untuk kuliah S2 selama satu tahun. Lalu tahun 2011 ini, saya bertolak ke Den Haag berpartisipasi dalam Holland Alumni Conference bersama 200 peserta dari 36 negara lainnya. Yang patut disyukuri, semua perjalanan tersebut gratis. Saya dibiayai untuk mengikuti program-program itu. Dan tentu saja, yang lebih menyenangkan lagi, mendapat kesempatan masuk ke negara Belanda, juga berarti berhak menjelajah ke 25 negara Schengen lainnya. Itu artinya, saya juga mendapat kesempatan menyalurkan hobitravelling saya ke negara-negara Eropa lain yang tentu lebih mudah dijangkau dari Belanda.


Ya, saya sadar, saya memang sangat patut bersyukur.


Tapi, sebenarnya apa rahasianya saya bisa begitu akrab dengan negara bekas penjajah ini?


Entahlah. Yang pasti untuk bisa mendapatkan kesempatan gratis, saya harus melalui proses seleksi. Tetap ada perjuangan disitu. Nothing comes for free, actually.


Namun, selebihnya, bisa jadi saya memang sekedar beruntung dengan sesuatu yang berkaitan dengan Belanda. Seperti mengutip perkataan seorang sahabat melalui BBM (yang sedikit 'sewot' saat tahu saya akan kembali ke Belanda), "You're one lucky bitch!"


Atau... sederhana saja.


Mungkin, hanya mungkin... Saya memang berjodoh dengan Belanda...


***


Den Haag, 31 Mei 2011

01.40 AM