Wednesday, May 4, 2011

Music To My Ears...


Bila ditanya soal hobi, biasanya jawaban pertama yang spontan keluar dari mulut saya adalah 'mendengarkan musik'. Saya hampir yakin, Anda pun akrab dengan aktivitas yang satu ini. Mendengarkan musik seakan sudah menjadi hobi sejuta umat.

“Music is a moral law. It gives soul to the universe, wings to the mind, flight to the imagination, and charm and gaiety to life and to everything.” - Plato

Pasti hampir tak ada hari yang Anda lewati tanpa mendengarkan musik. Cara menikmatinya, tentu tergantung kebiasaan masing-masing. Entah itu di kamar saat sedang siap-siap beraktivitas, saat bersantai di rumah, di mobil saat menyetir, di kendaraan umum (melalui MP3 dan sejenisnya), saat mengerjakan sesuatu di depan komputer, saat menonton televisi, saat makan/minum di cafe/restaurant, bahkan saat berjoged di tempat hiburan malam.

Saya pribadi terbilang penyuka hampir segala jenis musik. Ada musik yang saya nikmati karena sekedar cocok dengan suasana hati, tapi ada juga musik yang saya suka karena punya konteks tertentu. Misalnya, karena suka karakter musik atau penyanyi/band-nya, memiliki kenangan tersendiri, liriknya menggambarkan kondisi yang sama dengan yang saya alami atau hanya sekedar menyukai liriknya.

Beragam alasan bagi saya menggemari musik, namun yang pasti musik pernah membuat saya berjoged atau berdansa mengikuti alunannya, terbius diam (karena kagum dengan harmonisasi irama dan/atau vokal-nya) berteriak-teriak (saat bernyanyi di ruang karaoke atau melampiaskan kekesalan), tersenyum bahagia (saat diberi kiriman lagu oleh kekasih atau ingat kenangan indah), sampai menangis (bila mengingat kenangan sedih).

“Words make you think a thought. Music makes you feel a feeling. A song makes you feel a thought.” - E.Y. Harburg

Pengaruh hebat yang ditimbulkan oleh musik tak lain dan tak bukan karena musik erat kaitannya dengan rasa. Musik tertentu mampu membangkitkan rasa tersendiri bagi masing-masing orang. Ya, berdasarkan pengalaman pribadi, hanya sebatas inilah yang saya cerna tentang musik.

Namun, ternyata pengaruh musik bahkan bisa lebih dahsyat lagi. Hal ini baru saya sadari saat melakukan pre interview dengan seorang calon narasumber yang akan tampil di program talk show kami.


Ia adalah Idris Sardi, musisi kawakan dan sang maestro biola (yang sangat menolak disebut maestro). Idris bercerita, "Saat saya menggesekkan biola, penonton ada yang sampai menangis. Padahal saya cuma memainkan lagu 'Bunda', lagu pop biasa. Bahkan ada seorang wanita yang mengaku bisa klimaks saat mendengar saya bermain biola."

“Music and rhythm find their way into the secret places of the soul” - Plato

Wow, pikir saya dalam hati. Bagaimana bisa sedahsyat itu ya?

Belum sempat bertanya, saya sudah mendapat jawaban dari pria berusia 72 tahun ini. "Setiap mulai bermain, saya berdoa kepada Allah, ijinkanlah saya mensyiarkan ciptaanMu melalui musik untuk membahagiakan orang. Saya main untuk Dia." Idris menambahkan, “Biola itu kan cuma kayu dan kawat. Instrumen itu bukan sekedar dibunyikan tapi dinyawakan. Dan itu hubungannya ke Tuhan. Channelnya adalah rasa dan rasa yang punya adalah Dia.”

Kalau mendengar penjelasan Idris, tak heran musik efeknya bisa begitu dahsyat. Tapi tenang saja, tulisan ini tidak akan berubah menjadi khotbah yang sok religious. Intinya saat bermain bermain biola, Idris Sardi pasrah terhadap kekuatan besar yang membantunya. Ia menerjemahkan kekuatan besar tersebut dengan Tuhan. Orang lain mungkin menerjemahkannya dengan semesta. Itu hak masing-masing orang. Yang pasti kekuatan besar itulah yang membantu idris bermain dengan baik sehingga orang lain bisa menikmatinya.

"When you want something, all the universe conspires in helping you to achieve it" - Paulo Coelho

Dan ada lagi yang lain. Bagi Idris, disiplin dalam bermain musik adalah harga mati yang tak bisa ditawar. Cerita tentang didikan sang ayah pun mengalir dari mulutnya. "Saya dibiasakan berlatih sejak subuh. Kata ayah, subuh adalah waktu yang paling baik karena malaikat masih banyak. Ayah juga menegaskan, kalau saya bermain salah atau tidak serius, itu sama saja saya menzolimi atau menyakiti orang lain." Tak jarang, sang ayah tega memukulnya bila ia salah. "Ayah saya bilang, 'sakit kan dipukul? Nah, seperti itu juga rasanya orang yang mendengar kamu bermain salah'."

Selama ini saya mungkin hanya sekedar pendengar musik yang setia, namun sekarang saya jadi mengerti proses di balik penciptaan sebuah karya musik. Kebetulan yang membagi kisah itu adalah seorang Idris Sardi, yang telah lebih dari setengah abad berkecimpung di dunia musik dan kepiawaiannya memainkan biola tak diragukan lagi.

Perbincangan dengan Mas Idris (ia menolak dipanggil Bapak) hari itu, punya arti tersendiri bagi saya. Dan makna itu tak terbatas soal musik. Supaya bisa dinikmati oleh orang lain, saat menciptakan karya apa pun ada tiga hal yang tak boleh luput. Yaitu menekuni dengan serius, mencurahkan segenap rasa, serta menyerahkan diri kepada kekuatan besar. Meski setiap orang tentu punya cara yang berbeda menerjemahkan hal-hal tersebut.

***

Jakarta, 4 Mei 2011
00.35 AM