Akhir-akhir ini saya takut jatuh cinta.
Alasannya beragam, namun klise. Saya pernah jatuh cinta lalu diselingkuhi. Saya juga pernah jatuh cinta tapi tidak bisa berlanjut karena dipisahkan oleh keyakinan. Jatuh cinta pada pacar orang, juga pernah saya alami. Kisah cinta tak berbalas, pun pernah menimpa saya.
Di tengah-tengah perasaan skeptis saya terhadap yang namanya 'jatuh cinta', saya membaca tulisan Dee yang berjudul 'Menunggu Layang-Layang'. Tulisan tersebut adalah salah satu cerita pendek yang ada dalam buku terbarunya, 'Madre'. Berkisah tentang persahabatan lawan jenis antara Christian dan Starla. Mereka punya kepribadian yang sangat berbeda. Christian adalah seorang arsitek yang nyaman dengan rutinitas, sementara Starla yang bekerja sebagai desainer interior adalah pecinta spontanitas. Christian kerap membentengi dirinya agar tidak mudah jatuh cinta sedangkan Starla gemar berganti-ganti pasangan. Uniknya, setiap akhir pekan mereka punya kebiasaan nonton film di bioskop yang sama. Namun, Christian selalu datang sendiri sementara Starla menggandeng teman kencan yang berbeda setiap minggunya.
Seperti kisah cinta lainnya, akhirnya bisa ditebak, Christian dan Starla saling jatuh cinta. Ternyata orang yang mereka cari selama ini justru sudah ada di depan mata. Ada dialog antara Christian dan Starla yang menggelitik saya.
“... Kamu ingin cinta, tapi kamu takut jatuh cinta. But you know what? Kadang-kadang kamu harus terjun dan jadi basah untuk tahu air, Che. Bukan cuma nonton di pinggir dan berharap kecipratan..,” Kata Starla. Che adalah panggilan Starla untuk Christian.
Setelah menjawab panjang lebar, Christian membalas, “...Nah, kembali ke analogimu tentang air. Kamu memang terjun ke air. Tapi kamu pakai baju selam...”
Sesaat Starla terdiam, lalu ia menjawab “Kamu benar. Ternyata kita sama Che, aku dan kamu sama-sama manusia kesepian. Bedanya aku mencari, kamu menunggu”
Saya sendiri pernah cuma diam menunggu cinta datang seperti Christian dan pernah juga gencar mencarinya seperti Starla. Tapi, sama seperti Starla. walaupun berani terjun ke air, saya selalu pakai baju selam. Saya tak pernah berani terjun tanpa pelindung.
Apa yang membuat saya begitu takut? Bagi saya pribadi, 'baju selam' tersebut adalah perumpaan bagi kriteria-kriteria yang saya jadikan pelindung sebelum memutuskan untuk jatuh cinta. Boleh saja saya jatuh cinta, tapi hanya terhadap seseorang yang punya beragam kriteria yang sudah saya tentukan. Akibatnya, saya harus menunggu sampai ada seseorang yang memenuhi semua kriteria tersebut. Atau bisa saja saya mencoba jatuh cinta pada seseorang yang cuma memenuhi sebagian dari semua kriteria tersebut, namun saat menjalaninya saya tetap pakai 'baju selam'. Saya belum rela untuk terjun apa adanya bila kriteria-kriteria itu belum terpenuhi semua. (Saya pernah buat tulisan tentang ini: http://www.facebook.com/note.php?note_id=159226157424645).
Ribet ya? Memang. Bahkan seorang atasan pun pernah mencetus kalau saya punya kriteria yg kompleks. Contohnya saya ingin pasangan saya idealis tapi gaul. Sulit kan? Tak heran kalau saya jadi susah jatuh cinta bila terus berpatokan pada kriteria-kriteria itu.
Setelah mendengar kata atasan saya dan membaca cerita Dee, saya pun memutuskan untuk mencoba terjun ke air apa adanya, tanpa baju selam atau alat pelindung apa pun. Namun, tentu ada hal lain yang lebih kuat mendorong saya untuk akhirnya tak takut tenggelam.
Saya membandingkan dua peristiwa bertolak belakang yang pernah saya alami.
Dulu, ada seseorang yang memutuskan untuk membuang saya dari hidupnya dengan berkata “Setelah saya nilai ternyata kamu tidak memenuhi kriteria yg saya punya untuk seorang pasangan. Karenanya saya memutuskan untuk tidak menyukaimu lebih lanjut.”
Jujur, ucapan itu sempat mengikis rasa percaya diri saya. Saya marah karena merasa tidak dihargai tapi di saat yg sama saya juga sedih karena merasa tidak berharga. Tidak sebentar saya bisa membangun kembali percaya diri saya, bahwa saya adalah orang yang patut disukai.
Lalu, beberapa waktu berselang, ada seseorang lain yang ingin mengajak saya mengisi hari-harinya dengan berkata “Kamu membuat saya nyaman.”
Singkat. Dan sederhana. Tapi kalimat itu mampu membuat saya rela mencoba menanggalkan semua kriteria yang saya buat dan berani terjun ke air tanpa baju selam.
***
Jakarta, 8 Agustus 2011
02.05 AM
No comments:
Post a Comment