Bukan, bukan begitu ceritanya. Ini memang cuma satu coat, bukan dua coat yg sama.
Yuk, jalan-jalan ke Belanda, 4 tahun silam...
***
Den Haag, September 2010
"Kalau thesis gw dapat 7, coat ini buat elo deh," kata saya kepada Aini.
Dan itulah awal coat merek H&M ini bisa berpindah tangan.
"Asiiik, taruhan, yakin gw, elo pasti dapet 7..." sambut Aini. Sementara saya cuma melengos karena rasanya tidak mungkin thesis saya diberi nilai 7 oleh dosen pembimbing saya, Amanda Coady, yang terkenal paling strict se-jurusan. Ditambah lagi buat kebanyakan student asal Indonesia seperti kami yang bukan english native speaker, mendapat nilai diatas 5,5 saja sudah syukur Alhamdullilah.
Ternyata saya kalah taruhan, karena nilai saya yang peroleh 7,2 tapi dikurangi 5% menjadi 6,8 karena melebihi batas jumlah kata. Ini nilai tertinggi yang pernah saya dapat selama kuliah di Belanda. Bangga, puas, senang, heran, tidak percaya semua campur aduk jadi satu.
Tapi ceritanya bukan cuma itu. Mari saya ajak berkilas balik lagi, singkat saja...
Amsterdam, February 2010
Coat hitam yang hangat ini cukup ampuh menghalau dinginnya malam saat saya melangkahkan kaki keluar dari kereta di Amsterdam Centraal Station.
"Wow, kamu cantik sekali malam ini," begitu sapanya saat kami bertemu. Ya, ini memang kencan perdana saya sejak tiba di Belanda September 2009 lalu. Excited, pasti.
Padahal, malam ini saya seharusnya sedang berjibaku menyelesaikan tugas mata kuliah dosen paling killer, Amanda Coady, yang deadline-nya besok. Tapi saya tidak peduli. Demi dia yang katanya sudah mengagumi saya sejak 4 tahun lalu.
Ditemani bergelas-gelas wine, malam itu kami menghabiskan waktu di lantai dansa.
Dan itulah awal dari kisah romansa satu musim saya di tanah Eropa...
***
Lalu, apa hubungan dengan coat yang jadi bahan taruhan tadi? Ada. Benar saja, karena lebih memilih berkencan daripada mengerjakan tugas dengan maksimal, saya harus resit(mengulang) tugas kuliah yang tadi saya ceritakan. Resit pertama (dan ternyata jadi satu-satunya) adalah di mata kuliah Amanda Coady. Nilai 4,6 yang saya peroleh saat itu ternyata juga jadi nilai terendah saya selama belajar di Negeri Kincir Angin.
Coat yang pernah turut andil memberikan saya nilai terendah, juga jadi bagian cerita (karena ia jadi bahan taruhan) saat saya akhirnya mendapat nilai tertinggi di Belanda. Dua-duanya dari dosen yang sama. Amanda Coady.
Tapi saat saya bahagia dapat nilai tertinggi, saya justru harus kehilangan coat hitam ini. Di saat yang sama, kisah romansa yang tadi saya ceritakan juga baru saja berakhir.
Ironis, karena saat musim gugur perlahan beralih ke musim dingin, si coat hitam yang setia menghangatkan tubuh dan si dia yang kerap memberikan perasaan hangat, bersama-sama beranjak meninggalkan saya.
Ah, tapi tak mengapa. Karena 4 tahun berselang, saat saya mengenang dan menuangkan cerita tentang kehilangan itu menjadi tulisan ini, bukan perasaan dingin yang muncul, tapi rasa hangat itu justru kembali menjalar. Kisah tentang kehilangan, yang malah membuat bibir saya tersenyum dan bersyukur pernah mengalaminya...
***
Bali, 12 Mei 2014
11.26 PM
*Aini: ijin ya grab, edit dan post fotonya, makasih hehehe ijinnya belakangan. Oh ya makasih juga udah bawa si coat hitam bernostalgia ke tempat asalnya :)